Fery C. Nugroho, founder Obah Dance Laboratory ini adalah seorang koreografer asli Magetan tetapi menyelesaikan S1nya di Universitas Negeri Malang dan sekarang tengah berusaha menyelesaikan studi S2nya di ISI Surakarta jurusan penciptaan tari. Dalam Paradance #15 dia merilis karya solo yang dia tarikan sendiri berjudul Me(thod). Ketika lampu menyala dan musik diputar, Fery yang memilih center sebagai area panggungnya mulai menggerakkan bagian lengan sampai tujung jari tangan dengan shape-shape yang berganti-ganti. Tidak terlalu banyak berpindah tempat, Fery menempatkan bagian tubuh selain lengan hingga ujung jari tangan sebagai pendukung shape yang coba ia suguhkan kepada penonton.
Selama menonton pertunjukan sepanjang 5 menit itu saya masih merasakan betul bentuk-bentuk tubuh Jawa Timuran yang melekat di tubuh Fery. Ini membuat saya bertanya-tanya soal Me(thod), apakah terkait dengan metode yang dia pakai untuk menguasai tari Jawa Timuran, atau apa? Dan akhirnya pertanyaan itu terjawab ketika sesi wawancara dengan MC after performance. Fery menyatakan bahwa ini metode yang sedang dia eksplorasi, rencananya akan dia ajukan untuk Tesis. Metode ini merupakan metode kodifikasi dari hasil pertemuan-pertemuannya dengan orang-orang selama beberapa waktu terakhir yang hasil kodifikasi tersebut adalah bentuk-bentuk tubuh yang dihadirkan Fery di atas panggung.
Fery membagi kode-kodenya menjadi 2 hal, siapa orang yang dia temui dan apa yang diperbincangkan, seperti gambar di bawah ini:
Courtesy pribadi: Fery C. Nugroho |
Setelah turun panggung, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan Fery dan dia menyatakan ingin mengembangkan metode ini lebih jauh, kalau memungkinkan diharapkan dapat mengakomodir difabel tuna rungu untuk belajar membuat koreografi tari. Sounds great! Ya, memang seni pertunjukan yang dengan sengaja mengakomodir difabel baik untuk menonton maupun belajar masih sangat minim, maka ini adalah niatan yang baik dari seorang koreografer muda untuk mulai berdamai dengan dunia yang di dalamnya memang punya bagian-bagian yang berbeda dan harus ditreatment dengan cara yang berbeda.
Saya selalu tertarik dengan teman-teman koreografer yang punya pemikiran untuk mengembangkan baik metode, gaya, model, meskipun saya sangat mencintai tari-tari tradisi dan klasik. Tapi kalau teman-teman terjun ke dunia tari kontemporer, hal yang harus dipikirkan selain teknik tubuh adalah apa nilai yang akan disuguhkan di atas panggung. Nilai disini tidak selalu harus terkait isu, tetapi nilai akan metode penggarapan juga menjadi hal penting yang masih jarang dilakukan oleh koreografer kontemporer muda di Indonesia. Jangan sampai asal sudah roll depan belakang maka sudah kontemporer, it's not enough guys. Maka, bagi saya, Me(Thod) ini memiliki masa depannya sendiri, dengan catatan si empunya terus mengembangkan eksplorasinya secara metode maupun cara transfer kepada tubuh.
Jika teman-teman ingin melihat karya Me(Thod) silahkan buka link di bawah ini: