Jumat, 03 Maret 2017

PARADANCE SELAMA 3 TAHUN


Paradance adalah event tari 2 bulanan yang diinisiasi oleh saya dan suami beserta teman-teman GMT Jogjadrama, Balai Budaya Minomartani, dan Adisukma Inisiatif. Tagline Paradance adalah festival mini gerak dan tari, kenapa? karena festival kami memang mini, hanya satu malam dengan 6-8 penampil, juga dikhususkan bagi seni tari dan gerak, termasuk mime dan teater tubuh.


Tahun 2014 kami memulai Paradance hanya dengan alasan dan tujuan sederhana. Kami ingin memfasilitasi para koreografer muda (emerging coreographer) untuk mempresentasikan karyanya di depan publik. Kenapa? Karena pengalaman personal. Saya selama 3 tahun sebelumnya belajar tari di beberapa sanggar di Jogja (Didik Nini Thowok/Natya Lakhsita, Pujokusuman, dan Ndalem Kaneman, juga ikut berbagai workshop tari), kemudian di tahun 2014, saya merasa harus mencoba berkarya, tapi kalau saya berkarya mau dipentaskan dimana? Masukin ke festival yang udah ada? Nggak mungkin, ini baru karya pertama banget yang secara teori mungkin nggak bisa dibahas, juga secara tekhnik, mana bisa masuk ke festival dengan proses seleksi yang pastinya pake teori ini itu, nyari festival yang lebih kecil juga belum kenal siapa-siapa. Pertanyaan selanjutnya, kalau saya pentas tunggal, siapa yang mau nonton? Nggak ada yang kenal saya di lingkungan tari, ya kenal, tapi nggak ada yang pernah dengar saya berkarya, nari aja ya cuma bisa-bisaan. Membayangkan itu semua akhirnya saya pura-puranya ngajak rapat suami yang dulu masih jadi pacar, mas Ahmad Jalidu (cari aja di FB kalo ada yang penasaran), pembicaraan panjang lebar itu akhirnya berujung pada dimulainya Paradance #1. Singkat cerita akhirnya saya mengajak teman-teman tari yang saya kenal untuk ikut berpentas di Paradance #1, karena saya nggak mau pentas sendiri dengan alasan panjang lebar seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya. 

Terjadilah Paradance #1, lega dan kami (baca: saya dan suami) akhirnya merencanakan untuk diadakan Paradance berikutnya, karena setelah Paradance #1 banyak yang menanyakan bagaimana pentas di Paradance, ya begitulah,  bukan karena kami ingin cari nama, apalagi uang, Paradance terjadi karena kebutuhan!
Sampailah akhirnya pada Paradance ke #14 di tahun 2017, 3 tahun kemudian, apa yang terjadi? Paradance tetap sama? Mungkin tempatnya saja yang berbeda? Ya dulu kami bekerjasama dengan Balai Budaya Samirono, setelahnya kami bekerjasama dengan Balai Budaya Minomartani. Oke, pertanyaannya adakah perbedaan yang berarti dari Paradance #1 sampai #14? Tidak. Ya memang ada perbedaan sedikit-sedikit seperti sekarang sudah mulai ada beberapa teman dari luar Jogja yang berpartisisasi, pertanda semakin banyak orang yang tahu keberadaan Paradance. Tetapi bagaimana dengan internal Paradance, konsep Paradance? 

Jawabannya, internal Paradance kami masih akan mempertahankan konsep manajemen kekeluargaan, dan kepemilikannya bukan milik manajeman tapi milik saya dan suami, sesederhana itu? Iya. Bagaimana dengan sponsor? kenapa tidak pernah mencari sponsor supaya Paradance bisa lebih besar? Kenapa kami mempertahankan Paradance menjadi milik kami tanpa sponsor, karena kami ingin Paradance tetap sebesar ini, kalau lebih besar lagi, apakah mungkin kami bisa memfasilitasi semua karya teman-teman yang selama ini pernah tampil di Paradance? Dengan menjadi lebih besar ada konsekuensinya adalah tuntutan kualitas, kalau teman-teman membaca dari awal, tentu sudah bisa langsung manggut-manggut, bukan itu tujuan kami. 

Lalu bagaimana soal kualitas? Bukankah harusnya festival juga mampu mengedukasi supaya kualitas karya teman-teman bisa semakin baik? Untuk semakin baik, kami yakin teman-teman sudah punya banyak tempat belajar (kampus, sanggar, studio, berguru pada para senior, ngobrol sana sini), tapi untuk fasilitas presentasi, silahkan teman-teman tanyakan pada diri sendiri sebanyak apa peluangnya.

Nah, pertanyaan selanjutnya, jadi Paradance ke depannya tidak mau lebih lagi? Jawabannya selalu sama ketika saya ataupun suami ditanya soal hal ini, kalau kami ingin membuat sesuatu yang lebih dari Paradance, atau membuat acara-acara terkait edukasi bagi para koreografer/penari, tentu kami akan membuat acara baru, bukan Paradance, tujuan kami membuat Paradance sudah tercapai dengan format yang seperti ini, jadi kenapa harus diubah? meski kami selalu melakukan perbaikan sana-sini termasuk soal fasilitas.

Ya sesederhana itulah Paradance, bukankah nama Apple dipilih oleh Steve Jobs hanya karena apel adalah buah kesukaannya, bukankah Barcode ditemukan hanya karena Joseph Woodland dan Bernard Silver secara tidak sengaja mendengar keluhan para pedagang soal sulitnya melakukan pencatatan terhadap barang dagangannya, bukankah Facebook bermula dari iseng-iseng Mark Zuckerberg membuat situs facemash.com (memuat foto-foto mahasiswi Harvard dan kemudian membandingkannya dan meminta pengguna untuk memilih yang mana yang menarik), bukankah Pak Djamari menemukan rokok kretek hanya karena ingin menyembuhkan batuknya, bukankah Disney Land didirikan hanya karena Walt bersaudara menginginkan tempat bermain yang sehat bagi perkembangan anak-anak mereka.

Terus berkarya dan belajar. Kalau teman-teman membutuhkan tempat/fasilitas untuk diskusi, workshop, ruang presentasi silahkan jangan sungkan-sungkan menghubungi kami, atau untuk sekedar ngobrol-ngobrol soal seni tari dan pertunjukan, ah kami akan bahagia sekali.

Salam Hangat,

Tim Paradance
08562571022 (nia)
IG: @paradancer
FB: Paradancer
Youtube: Paradance Festival
Foto: Nucky Setyawan, Paradance #12 karya Fetri Ana R