Menurut
pengakuan sang koreografer, Megatruh, karya Terpejam merupakan pembacaan atas
ramalan/jangka Jayabaya terhadap masa sekarang. Pembacaan tersebut dirangkum
dalam kejadian-kejadian sekitar 25 menit. Konten-konten yang disuguhkan cukup
beragam, terutama beberapa isu politik yang cukup mengguncang dunia. Hal ini
mudah tertangkap karena tidak semua bagian dalam pertunjukan ini
berbentuk komposisi koreografik, ada juga beberapa bagian yang bentuknya lebih
teatrikal dan lebih mudah dijadikan penanda suatu peristiwa atau kejadian, termasuk
music. Music yang dikolaborasikan dalam tarian ini memang sudah mengandung clue atas keseluruhan suguhan, misalnya
potongan-potongan berita tentang Pemilu Indonesia, juga soal pemilihan presiden
di Amerika, dan lain sebagainya.
Foto: Kinanthi Saputra
Memang pembacaan
Megatruh terkait tema ini sudah cukup jeli, tapi juga tidak dipungkiri,
eksekusi memang tidak selalu lancar-lancar saja. Bagi saya, karya semacam ini
harus cukup mampu menggugah nurani, tetapi selama melihat terpejam rasa dan
suasana yang muncul adalah kegelapan, dan ini selalu saya lihat di karya-karya
Megatruh sebelumnya. Bagi saya, suasana yang gelap menghasilkan efek yang
justru menimbulkan kebencian, ketakutan, kesakitan, dan kritik tajam. Benci,
takut, sakit, dan kritik tidak akan dengan mudah menggerakkan manusia untuk
melakukan pembenahan terhadap segala sesuatu, justru kadang, rasa dan suasana
semacam ini menawarkan peperangan, juga perlawanan dengan cara yang maskulin dan
kurang elegan.
Maka,
dengan wacana yang kuat dan pembacaan yang jeli dari sang koreografer, Megatruh,
saya rasa karya Terpejam ini harus kembali dieksplorasi dengan cara mencari
komposisi yang tepat demi mengajak, menyentuh dan merangkul hati penonton untuk
melakukan sesuatu (baik sesuatu yang besar maupun dari hal-hal kecil) atas
kejadian-kejadian buruk yang terjadi di sekeliling mereka, termasuk kaitannya
dengan kritik terhadap system negara. Hal ini juga dikarenakan karya Terpejam
begitu penting dalam masa-masa krisis kebhinekaan, krisis kepercayaan kepada
system dan pemerintahan, juga masa perebutan yang semakin membuat masyarakat
bingung bahkan terpecah seperti saat ini (tahun 2016-2017). Setidaknya karya
ini harus hadir bukan untuk mengajari, tetapi seperti yang saya kemukakan
sebelumnya, sebagai rangkulan, sentuhan, ajakan, dan satu lagi, sebagai
pengingat dan penanda. Maka, Terpejam belum selesai!
Oleh:
Nia Agustina
Co-founder dan Program Manajer Paradance Festival